Ruh Seorang Guru
Menuntut ilmu, memang
menjadi objek yang selalu indah untuk dibicarakan. Pasalnya, menuntut ilmu itu
adalah aktifitas yang abadi dan sepanjang hayat. Tidak akan pernah berhenti,
sampai kita berada di liang lahat.
Tidak selamanya, kita selalu menjadi murid. Sepatutnya kita harus selalu
bisa untuk ber-metamorfosa untuk bisa meningkatkan derajat kita menjadi seorang
guru, bagi siapapun yang berada di sekitar kita. Tidak melulu, harus menjadi
guru di dalam kelas. Asalkan kita memiliki niat yang tulus untuk bisa berbagi
dan mewariskan ilmu, apapun itu Insya Allah, ilmu itu bisa bermanfaat.
Guru akan tetap selalu menjadi murid. Tapi orang yang menjadi murid tidak
selalu bisa mem-posisikan sebagai guru. Bersyukurlah bagi orang – orang yang
berpotensi dan mau berusaha untuk menjadi guru. Dengan izin Allah, dia bisa
meninggikan derajatnya walau kita tak pernah tahu seberapa. Kalau sudah
ber-derajat di hadapan Allah, apalagi di hadapan makhluk-Nya. Mulia akan selalu
datang, pada orang yang tidak pernah meminta kemuliaan.
Perlu kita tahu. Ada banyak hal yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Tentu saja ilmu, karena itu adalah objek yang perlu untuk disalurkan. Tak lupa
juga sebuah kemauan, karena kemampuan tidak akan pernah bisa datang tanpa
adanya kemauan. Barangkali, harta dan tahta agar kita bisa lebih mempercayakan.
Tapi ada komponen utama yang harus dimiliki sebelum akhirnya kita melengkapi
kebutuhan itu semua. Sebuah ruh yang menjadi suatu dasar.
Guru, tidak akan pernah bisa mendidik murid – muridnya tanpa didasari ruh.
Pekerjaan tak akan pernah berhasil dan sukses, tanpa adanya ruh dari seorang
yang mengerjakan. Sama halnya dengan jasad seorang makhluk. Bagaimana ia akan
hidup, jika tidak ada ruh yang menghidupinya. Ia akan terlihat seperti orang
mati, meski ia bisa berjalan menapak bumi dan beraktifitas. Ia masih bisa
bernafas, tapi hidupnya akan selalu muram durja karena tak punya nyawa untuk
menjalaninya.
Ruh dari seorang guru
itu hal utama yang harus dimiliki oleh setiap darinya. Ia akan selalu
menumbuhkan benih – benih kebaikan, sifat dan marwah yang baik untuk
diteladani, akan timbul pula keinginan – keinginan yang kuat untuk menjalani.
Meskipun pekerjaan saat mendidik itu tidak dikatakan mudah, tapi ruh yang hidup
akan selalu menjadikan sekitarnya kembali hidup. Bukan hanya dalam alam normal
untuk bisa menghidupi, dalam alam bawah sadar-pun akan selalu terpatri. Guru
yang mempunyai ruh saat mendidik, maka ia tidak hanya menjalin hubungan secara lahiriyah dengan murid – muridnya. Ruh itu-lah yang
bisa menyambungkan kontak bathiniyah antara
guru dan muridnya.
Sekedar berbagi pengalaman pribadi saya saat menjadi seorang murid. Dahulu,
saya mempunyai seorang wali kelas di pondok. Kalau tidak salah, saat saya duduk
di bangku kelas 4 KMI, atau setara dengan kelas 1 MA. Bagi kami, beliau selalu
punya ruh dan niat baik untuk tetap bisa mendidik dan mengajar murid –
muridnya. Tetapi, karena beliau ini berdisiplin yang tinggi, niat yang baik itu
disalahartikan oleh sebagian murid. Tapi bagi saya tidak, karena niat guru yang
baik akan selalu terasa ruhnya, bagi yang merasakannya dengan hati nurani pula.
Singkat cerita, pernah dan bahkan sering beliau mempunyai rutinitas yang
patut untuk diteladani; membangunkan murid – muridnya untuk shalat tahajjud. Hampir terhitung setiap hari, bahkan jarang
sekali absen. Beliau berkeliling dengan sepeda ke setiap asrama murid –
muridnya. Murid yang dibangunkan, tidak hanya seorang atau dua orang. Ada
sekitar 40 murid yang harus dibangunkan. Dan hampir setiap hari, beliau bisa
menggiring kami shalat tahajjud di Masjid berjamaah.
Hal yang unik dan menarik disini, bukan tentang rutinitas beliau untuk
membangunkan. Jujur, secara pribadi. Saya termasuk murid yang susah sekali
untuk dibangunkan. Kegiatan pondok yang cukup padat, membuat beberapa santri
terlambat istirahat. Tapi, ada hal yang selalu membuat terheran, hingga kami
tumbuh dewasa saat ini. Kami selalu bangun dan terketuk hatinya, untuk bisa
bangun malam. Meskipun, kami baru saja istirahat. Kami bisa terbangun dalam
kondisi fresh, meskipun saat itu hanya sekali sentuhan. Hal itu
selalu terasa berbeda, saat orang lain; seperti teman, atau kakak kelas yang
membangunkan. Tapi lain halnya saat wali kelas kami yang melakukan.
Mungkin, ruh yang ada dalam diri kami sebagai murid selalu sadar. Ruh di
dalam kondisi teta, beta atau bahkan alpha yang sudah
melebur bersama ruh guru kami saat itu. Entah, hingga sampai saat ini pun, saya
tidak pernah menemukan jawaban yang tepat. Mengapa sentuhan beliau saat itu
mujarab sekali untuk bisa membangunkan. Ruh dalam diri kami sudah sangat
mengenal diri beliau, baik secara sadar ataupun tidak.
Percaya atau tidak, mungkin sebenarnya ini adalah hal yang lumrah bahkan
sepele bagi sebagian orang. Tapi percayalah, ruh dalam setiap guru itu memang
benar ada dan nyata, bukan hanya sekedar omongan kata. Entah, bagaimana bisa
ruh itu hadir jika kita tak melatihnya.
Percayalah, guru – guru
yang mempunyai ruh baik, akan selalu menciptakan murid – murid yang baik pula.
Jangan bosan – bosan belajar untuk menjadi guru yang baik. Jangan pula menyerah
untuk tetap menjadi murid yang baik.
Penerimaan Peserta Didik Baru

Program murid Inden 2025-2026